Sabtu, 10 Maret 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami stres. Stres tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga akan dapat menyebabkan sters dalam bekerja.
Banyak orang yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut kita dapat mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang mengalami stres melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam bekerja.
Untuk menjaga kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil agar terjadi singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi. Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat dicegah.
Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak mengurangi kinerja karyawan tersebut.
Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami akan membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui apa itu stres dan hal-hal yang terkait dengan stres dan adaptasi

1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian stres dan adaptasi?
2. Apa sajakah yang tergolong dalam stresor?
3. Untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap stresor?
4. Bagaimanakah respon fisiologis dan psikiologis terhadap stres?

1.3. Tujuan
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1
2. ntuk mengetahui pengertian stres dan adaptasi
3. Untuk Mengetahui hal-hal yang terkait dengan konsep stres dan adaptasi.















BAB II
KONSEP ADAPTASI DAN STRES


2.1. DEFINISI STRES DAN STESOR

STRESS adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976).
Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya.
Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
STRESSOR adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan cultural.

2.2. MACAM-MACAM STESOR
a.     Stresor yang bersumber dari pribadi
·      Kepribadian dan persepsi memainkan peranan penting terhadap tinggi rendahnya stres. Saat seseorang mempersepsikan bahwa perceraian itu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan dan tidak ada jalan keluarnya, maka individu akan merasakan makin stress.
·      Beberapa tipe kepribadian lebih mudah terkena stress dibading tipe kepribadian lainnya. Orang dengan tipe kepribadian A, emosinya tinggi, sehingga lebih mudah terkena stres. Ciri kepribadian A : sangat kompetitif, terburu-buru, agresif, ambisius, keinginan sukses besar, tidak sabar, perfeksionis, mudah tersinggung dan mudah tegang.
·      Sumber stres bisa juga berupa perubahan: pindah kerja, menikah atau peristiwa traumatik
b.      Stresor pekerjaan
1.    Profesi-profesi tertentu ternyata mempunyai potensi lebih besar dibandingkan profesi lainnya.
2.    Profesi tersebut : polisi, pemadan kebakaran, dokter, perawat, petani, pekerja tambang, sekretaris, masinis dll
c.       Stresor lingkungan
3.    Beberapa lingkungan fisik dapat menimbulkan stres, seperti : suara gaduh/bising, ribut, berantakan, tidak teratur. Kondisi penuh sesak, temperatur ruangan yang tinggi (gerah), pencahayaan yang menyilaukan, polusi udara ,menataan mebeuler yang tidak nyaman, polusi udara, limbah kimia dll.
d.      Stresor Psikososial
Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, atau dewasa); sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah kelluhan-keluhan kejiwaan, antara lain depresi.  Pada umumnya jenis streor psikososial dapt digolongkan sebagai berikut:
4.      Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain sebagainya. Stresor perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan
5.      Problem Orangtua
Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak kenakalan anak, anak sakit; hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya. Permsalahan tersebut diatas merupakan suber stress yang pada gilitrannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.
6.      Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik,komflik dengan kekasih, antara atasan dan bawahan, dan lain sebagainya. Konflik hubungan interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang , dan yang bersangkutan dapt mengalami depresi dan kecemasan karenanya.
7.      Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah mesalah perkwinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pension, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.
8.      Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan (Kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
9.      Keuangan
Masalah keuangan (kondisi social-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain sebagainya. Problem keuangan amat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
10.  Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress pula,misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. Stress di bidang hukum ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

11.  Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental
seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lamjut, dan lain
sebagainya. Kondisi setiap perubahan fase-fase tersebut diatas, untuk sementara individu dapat menyebabkan depresi dan kecemasan; terutama pada mereka yang mengalami menopause atau usia lanjut.
12.  Penyakit Fisik atau Cidera
Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini adalah antara lain :penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya. Dalam hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis,jantung, kanker dan sebangsanya. Dr. Harold Jogge dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat, menyatakan bahwa tahun (1995) AIDS merupakan pembunuh nomor satu, bukan lagi penyakit jantung koroner). Dr. Holmes memberikan gambaran tentang perubahan-perubahan baik yang menyenangkan atau yang menyusahkan dalam kehidupan seseorang dengan menggunakan angka-angka yang terkenal dengan istilah skala Holmes.
13.  Faktor Keluarga
Yang dimaksud di sini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orangtua),

2.3. HOMEOSTATIS

2.3.1.PENGERTIAN HOMEOSTASIS

Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis.
Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi.
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi: homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.

2.3.2. MEKANISME HOMEOSTASIS

Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang homeostasis.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikontrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan kelenjar hipofisis.
Medula oblongata mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan hidup. Fungsi ini termasuk frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan. Impuls yang menjalar ke dan dari medulla oblongata dapat meningkatkan atau menurunkan fungsi vital ini. Misalnya pengaturan denyut jantung adalah sebagai hasil dari ilmpuls sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari medulla oblongata ke jantung. Frekwensi jantung meningkat dalam berespon terhadap denyut dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat impuls dari serabut parasimpatis.
Formasi reticular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan motoris. Misalnya , sel-sel tertentu dalam formasi reticular dapat menyebabkan orang yang sedang tidur terbangun atau meningkatkan tingkat kesadarannya ketika timbul kebutuhan.
Kelenjar hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hypothalamus, menyuplai hormon yang mengontrol fungsi vital tubuh. Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari hormon-hormon tiroid, gonad, dan paratiroid. Sekresi hormon, seperti mekanisme homeostasis lainnya, normalnya diatur oleh mekanisme umpan balik yang secara kontinu memantau kadar hormon dalam darah. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon meningkat, kelenjar hipofisis menurunkan produksi hormon.





2.4. MODEL-MODEL STRES

a. Model Stress berdasarkan Stimulus.

Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas, Hooke menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan keruksakan, jika strain yang dihasilkan oleh stres yang diberikan berada pada batas elestisitas dari material tersebut akan kembali kekondisi semula, tetapi jika strain yang dihasilkan melampaui batas elastisitasnya maka kerusakan akan terjadi.Pendekatan model stimulus ini mengangap stress sebagai ciri-ciri dari stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap mengganggu atau merusak, model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan reaksi stres atau strain dalam diri individu, pendekatan ini menepatkan stres sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan pada stimulus apa yang merupakan diagnosa stress. Hal ini memandang stres tanpa suatu tuntutan yang berasal, pasti mendatangkan stres tanpa memandang bagaimana sumber daya individu. Kelemahan dari model stimulus ini adalah kegagalanya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon, misalnya beberapa perawat menyatakan bahwa bekerja dilingkungan RSJ Bandung memberikan tantangan sementara perawat lain menyatakan hal ini merupakan lingkungan pekerjaan yang selalu menimbulkan stress.

b. Model Stres berdasarkan Respon.

Model ini mengidenfisikasi stres sebagai respon individu terhadap stressor yang diterima, Selye ( 1982 ) menjelaskan stres sebagai respon non – spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General adaptation Syndrome ( GAS )dan dibagi dalam tiga fase yaitu fase sinyal, fase perlawanan, dan fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon siaga ( fight or flight). Pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone, emosi, dan ketegangan. Fase perlawanan ( resistance ) terjadi bila respon adaptif tidak mengurangi persepsi terhadap ancaman, reaksi ini ditandai oleh hormone cortical yang tetap tinggi. Ushan fisilogis untuk mengatasi stres mencapai kapasitas penuh, dan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri dan strategi mengatasi stres. Sedangkan reaksi kelelahan yaitu perlawanan terhadap stres yang berkepanjangan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh perubahan metabolisme, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit yang serius mulai timbul pada saat kondisi menurut.

c. Model Stres berdasarkan Transaksional.

Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dan lingkungannya. Antar variable lingkungan dan individu terhadap proses penilaian kognitif ( cognitive appraisal ) yang menjadi mediatornya. Studi yang berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memprediksikan penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan koping terhadap berbagai tuntutan. Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu pengukuran suatu situasi pontesial mengandung stres yaitu : (1 ) Pengukuran primer ; menggali persepsi individu terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya, ( 2 ) Pengukuran sekunder; mengkaji kemampuan seseorang atau sumber – sumber tersedia diarahkan untuk mengatasi masalah, (3)Pengukuran tersier, berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping dalam mengurangi dan menghadapi ancaman.





2.5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TERHADAP STRESOR

1.      INTENSITAS
Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan.
Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.

2.      SIFAT
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.


3.      DURASI
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.
4.      JUMLAH
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5.      PENGALAMAN
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress.
6.      TINGKAT PERKEMBANGAN
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.

2.6. RESPON PSIKOLOGI DAN FISIOLOGIS TERHADAP STRES

2.6.1. Reaksi Psikologis terhadap stress

a. Kecemasan
Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan à istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik à jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.

b. Kemarahan dan agresi
Perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang

c. Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih


2.6.2. Reaksi Fisiologis terhadap Stres

Hans Selye (1956)Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress, yaitu :

1.    Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
2.    General Adaptation Syndrom (GAS)
a.       Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun
b.      Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun àtau normal
c.       Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian


2.7. MANAJEMEN STRESS UNTUK PERAWAT DAN KLIEN

Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.





1. MANAJEMEN STRESS UNTUK KLIEN
a.       REGULER EXERCISE

Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30 sampai 40 menit.
Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan menstimulasi aliran darah ke otot dan meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan. Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti secara mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap diperlambat dan berhenti. Latihan pendinginan memungkinkan sistem kardiovaskuler, musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap kembali pada keadaan istirahat.
Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993).



b.      DIET DAN NUTRISI

Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian nutrient ke jaringan tubuh.
Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran.

c.       SUPPORT SISTEM

Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental (Revenson dan Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya korelasi dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, & Fry, 1992). Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu klien membangun sistem pendukung yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru.


d.      TIME MANAGEMENT

Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991).
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol.

e.       HUMOR

Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan stress (Robinson, 1990; Dahl dan O’Neal, 1993). Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan.

f.       ISTIRAHAT

Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks sehingga dapat tertidur.

g.      TEHNIK RELAKSASI

Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah.
Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu :
·      tenang,
menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan dan gangguan –gangguan&Lingkungan
·      Posisi yang nyaman,
duduk tanpa ketegangan otot.dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam sadar. Sikap yang mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara, kata-kata, ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat diterima).
·      Keadaan
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device.

Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson.
Relaksasi progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut :
v  Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks lagi.
v  Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi.
v  Banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan bergerak menuju fase relaksasi.

Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi otot pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan.
Respon relaksasi Benson’s
a.       Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang
b.      Tutup mata
c.       Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....)
d.      Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara / bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali ekspirasi.
e.      Lakukan selama 20 menit
f.        Buka mata
g.       Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sebelum psien bergerak atau berpindah.

Relaksasi Progresif
1.        Yakinkan posisi yang nyaman dalam ruangan yang tenang
2.        Mulai dengan memusatkan perhatian pada pernapasan yang lambat
3.        Regangkan kelompok otot-otot yang diinginkan (lihat langkah 5) selama 5-7 detik, kemudian relakasasi secara cepat.
4.        Pusatkan perhatian secara 10 detik pada sensasi-sensasi pada otot yang berelaksasi
5.        Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap kelompok otot, regangkan 2 atau 3 kali.
o    Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan kuat, kerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
o    Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
o    Leher : Dekatkan dagu dengan dada.
o    Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan bokong.
o    Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari menjauhi (dorsofleksi) utamakan kaki yang terdahulu.
o    Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan.




h.      SPIRITUALITAS

Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang membantu dalam menghadapi individu sakit kronis

2. MANAJEMEN STRES UNTUK PERAWAT.

Sebagian besar perawat mengalami stress dalam lingkungan pekerjaan merka. Stresor dapat terdiri atas kelebihan beban kerja, kebijakan institusi tempat bekerja, konflik dengan rekan kerja atau karakteristik klien (Foxall, Zimmermen, dan Bene, 1990; Skipper, Jung dan Coffey, 1990). Reaksi terhadap stressor yang berkaitan dengan pekerjaan bergantung pada kepribadian perawat, status kesehatan, pengalaman sebelumnya dengan stress dan mekanisme koping.

STRESS PEKERJAAN

Seringkali mengakibatkan kondisi yang disebut kepenatan, yang ditandai oleh penuruanan perhatian pada orang dengan siapa kita bekerja. Selama merasa penat klien merasakan kelelahan fisik dan emosional (Melamed, Kushnir dan Shirom, 1992). Pekerjaan atau profesi tidak lagi memberi dampak positif dan klien mungkin mengalami marah dan apatis.
Perawat dan risiko terhadap stress kepenatan akibat pekerjaan dan dapat memamfaatkan tehnik penatalaksanaan stress yang sama seperti yang mereka ajarkan pada klien. Dalam organisasi dan domain kompetensi peran pekerja, perawat harus mengidentifikasi stressor tertentu di tempat kerja dan berupaya untuk menghilangkan stressor tersebut. Juga membantu untuk mendapat dukungan sosial dari perawat lainnya dengan harapan mempertahankan sikap merawat yang ditujukan pada klien.

2.8. DEFINISI ADAPTASI

Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.


2.9. DIMENSI ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS

Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi klienterhadap stress, perawat harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh.

a. ADAPTASI FISIOLOGIS

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.

Indikator fisiologis stress:
Ø  Kenaikan tekanan darah
Ø  Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
Ø  Peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan
Ø  Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin
Ø  Postur tubuh yang tidak tegap
Ø  Keletihan
Ø  Sakit kepala
Ø  Gangguan lambung
Ø  Suara yang bernada tinggi
Ø   diare. Mual dan muntah
Ø   Perubahan nafsu makan
Ø  Perubahan berat badan
Ø  Perubahan frekwensi berkemih
Ø  Dilatasi pupil
Ø  sering terbangun saat tidur
Ø  Gelisah, kesulitan untuk tidur atau
Ø  Peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.

b. ADAPTASI PSIKOLOGIS

`           Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
Ø  Ansietas
Ø  Depresi
Ø  Kepenatan
Ø  Peningkatan penggunaan bahan kimia
Ø  Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
Ø  Kelelahan mental
Ø  Perasaan tidak adekuat
Ø  Kehilangan harga diri
Ø  Peningkatan kepekaan
Ø  Kehilangan motivasi.
Ø  Ledakan emosional dan menangis.
Ø  Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
Ø  Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
Ø  Mudah lupa dan pikiran buntu
Ø  Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
Ø  Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
Ø  Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
Ø  Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
Ø  Letargi
Ø  Kehilangan minat
Ø  Rentan terhadap kecelakaan.

c. ADAPTASI PERKEMBANGAN

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyedari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.


d. ADAPTASI SOSIAL BUDAYA

Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).

e. ADAPTASI SPIRITUAL.

Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.








BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

            Pada dasarnya stres itu ada dan berasal dari lingkungan, kondisi dirinya serta pikirannya. Penyebab stres dianggap sesuatu hal yang biasa dimana didalamnya dapat merespon apa yang terjadi dalam hbungan stresor, dianggap positif karena adanya hubungan individu dengan lingkungan. Stres dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan baik secara fisik, psikososial maupun spiritual serta  dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang.
      Stress yang dialami seseorang tidak mungkin secara langsung beberapa tahap akan muncul dalam diri seesorang tersebut, apabila stress tidak dapat ditanggulangi maka akan berdampak lebih lanjut. Oleh, sebab itu terapkanlah sebuah manajemen agar keadaan seesorang tersebut masih bisa terkontrol. 











DAFTAR PUSTAKA




http://wwwnursekep.blogspot.com/2011/12/makalah-stress-dan-adaptasi.html