BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang mengalami stres. Stres
tersebut tidak hanya dalam kehidupan sosial-ekonominya saja tetapi juga dalam
bekerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang penat juga
akan dapat menyebabkan sters dalam bekerja.
Banyak orang
yang tidak menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal
apabila kita mengetahui lebih awal mengenai gejala stres tersebut kita dapat
mencegahnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya
keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang yang mengalami stres
melakukan pekerjaan itu malah akan mengganggu kestabilan dalam bekerja.
Untuk menjaga
kestabilan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil agar terjadi
singkronisasi yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi.
Jadi kita harus benar-benar memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang
dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat dicegah.
Namun tidak
dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap
karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu
sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam
bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah
muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan
(stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi
pekerja tersebut serta tidak mengurangi kinerja karyawan tersebut.
Melihat
kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami
akan membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui apa itu stres dan
hal-hal yang terkait dengan stres dan adaptasi
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian stres dan adaptasi?
2.
Apa sajakah yang tergolong dalam stresor?
3.
Untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap stresor?
4.
Bagaimanakah respon fisiologis dan psikiologis terhadap stres?
1.3. Tujuan
1. Memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1
2. ntuk mengetahui
pengertian stres dan adaptasi
3. Untuk Mengetahui hal-hal
yang terkait dengan konsep stres dan adaptasi.
BAB
II
KONSEP
ADAPTASI DAN STRES
2.1.
DEFINISI STRES DAN STESOR
STRESS adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976).
Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya.
Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya.
Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
STRESSOR adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor
menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa
kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan
kebutuhan cultural.
2.2.
MACAM-MACAM STESOR
a.
Stresor yang bersumber dari pribadi
· Kepribadian
dan persepsi memainkan peranan penting terhadap tinggi rendahnya stres. Saat
seseorang mempersepsikan bahwa perceraian itu adalah sesuatu yang sangat
menyakitkan dan tidak ada jalan keluarnya, maka individu akan merasakan makin
stress.
· Beberapa
tipe kepribadian lebih mudah terkena stress dibading tipe kepribadian lainnya.
Orang dengan tipe kepribadian A, emosinya tinggi, sehingga lebih mudah terkena
stres. Ciri kepribadian A : sangat kompetitif, terburu-buru, agresif, ambisius,
keinginan sukses besar, tidak sabar, perfeksionis, mudah tersinggung dan mudah
tegang.
· Sumber
stres bisa juga berupa perubahan: pindah kerja, menikah atau peristiwa traumatik
b.
Stresor pekerjaan
1. Profesi-profesi
tertentu ternyata mempunyai potensi lebih besar dibandingkan profesi lainnya.
2. Profesi
tersebut : polisi, pemadan kebakaran, dokter, perawat, petani, pekerja tambang,
sekretaris, masinis dll
c.
Stresor lingkungan
3. Beberapa
lingkungan fisik dapat menimbulkan stres, seperti : suara gaduh/bising, ribut,
berantakan, tidak teratur. Kondisi penuh sesak, temperatur ruangan yang tinggi
(gerah), pencahayaan yang menyilaukan, polusi udara ,menataan mebeuler yang
tidak nyaman, polusi udara, limbah kimia dll.
d.
Stresor Psikososial
Stresor
psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, atau dewasa); sehingga orang itu terpaksa
mengadakan adaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Namun, tidak semua mampu
mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah kelluhan-keluhan
kejiwaan, antara lain depresi. Pada
umumnya jenis streor psikososial dapt digolongkan sebagai berikut:
4.
Perkawinan
Berbagai
permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang; misalnya
pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian, kematian salah satu pasangan,
ketidaksetiaan, dan lain sebagainya. Stresor perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang
jatuh dalam depresi dan kecemasan
5.
Problem Orangtua
Permasalahan
yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak kenakalan
anak, anak sakit; hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya.
Permsalahan tersebut diatas merupakan suber stress yang pada gilitrannya seseorang
dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.
6.
Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Gangguan ini
dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik,komflik dengan
kekasih, antara atasan dan bawahan, dan lain sebagainya. Konflik hubungan
interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang , dan yang bersangkutan
dapt mengalami depresi dan kecemasan karenanya.
7.
Pekerjaan
Masalah
pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah mesalah perkwinan. Banyak orang
menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan ini, misalnya
pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan
pangkat, pension, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.
8.
Lingkungan Hidup
Kondisi
lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal
perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan
(Kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini
amat mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang
jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
9.
Keuangan
Masalah keuangan
(kondisi social-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih
rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan
lain sebagainya. Problem keuangan amat berpengaruh pada kesehatan jiwa
seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat
seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
10. Hukum
Keterlibatan
seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress pula,misalnya
tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. Stress di bidang hukum
ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
11. Perkembangan
Yang dimaksud
disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental
seseorang,
misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lamjut, dan lain
sebagainya.
Kondisi setiap perubahan fase-fase tersebut diatas, untuk sementara individu dapat
menyebabkan depresi dan kecemasan; terutama pada mereka yang mengalami menopause
atau usia lanjut.
12. Penyakit
Fisik atau Cidera
Sumber stress
yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini adalah antara lain
:penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya. Dalam
hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit
kronis,jantung, kanker dan sebangsanya. Dr. Harold Jogge dari Pusat
Pengendalian Penyakit Amerika Serikat, menyatakan bahwa tahun (1995) AIDS
merupakan pembunuh nomor satu, bukan lagi penyakit jantung koroner). Dr. Holmes
memberikan gambaran tentang perubahan-perubahan baik yang menyenangkan atau
yang menyusahkan dalam kehidupan seseorang dengan menggunakan angka-angka yang
terkenal dengan istilah skala Holmes.
13. Faktor
Keluarga
Yang dimaksud di
sini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan
karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orangtua),
2.3.
HOMEOSTATIS
2.3.1.PENGERTIAN HOMEOSTASIS
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan
internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis.
Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi.
Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi.
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis
respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling
mengisi: homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya
penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal
selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada
penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan
bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon
tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi
dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
2.3.2. MEKANISME HOMEOSTASIS
Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain,
mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau
mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau
menopang homeostasis.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu
suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti
penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil
untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam
mengadaptasi stressor dikontrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan
kelenjar hipofisis.
Medula oblongata mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan
hidup. Fungsi ini termasuk frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan.
Impuls yang menjalar ke dan dari medulla oblongata dapat meningkatkan atau
menurunkan fungsi vital ini. Misalnya pengaturan denyut jantung adalah sebagai
hasil dari ilmpuls sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari
medulla oblongata ke jantung. Frekwensi jantung meningkat dalam berespon
terhadap denyut dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat impuls dari
serabut parasimpatis.
Formasi reticular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan
medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu
memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan
motoris. Misalnya , sel-sel tertentu dalam formasi reticular dapat menyebabkan
orang yang sedang tidur terbangun atau meningkatkan tingkat kesadarannya ketika
timbul kebutuhan.
Kelenjar hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hypothalamus,
menyuplai hormon yang mengontrol fungsi vital tubuh. Kelenjar hipofisis
menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain
itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari hormon-hormon tiroid, gonad, dan
paratiroid. Sekresi hormon, seperti mekanisme homeostasis lainnya, normalnya
diatur oleh mekanisme umpan balik yang secara kontinu memantau kadar hormon
dalam darah. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan
untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon meningkat, kelenjar
hipofisis menurunkan produksi hormon.
2.4.
MODEL-MODEL STRES
a. Model Stress berdasarkan Stimulus.
Model stimulus
berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas, Hooke menjelaskan
hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan keruksakan,
jika strain yang dihasilkan oleh stres yang diberikan berada pada batas
elestisitas dari material tersebut akan kembali kekondisi semula, tetapi jika
strain yang dihasilkan melampaui batas elastisitasnya maka kerusakan akan
terjadi.Pendekatan model stimulus ini mengangap stress sebagai ciri-ciri dari
stimulus lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap mengganggu atau merusak,
model yang digunakan pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan
reaksi stres atau strain dalam diri individu, pendekatan ini menepatkan stres
sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan pada stimulus apa yang merupakan
diagnosa stress. Hal ini memandang stres tanpa suatu tuntutan yang berasal,
pasti mendatangkan stres tanpa memandang bagaimana sumber daya individu. Kelemahan
dari model stimulus ini adalah kegagalanya dalam memperhitungkan cara orang
menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon, misalnya beberapa perawat
menyatakan bahwa bekerja dilingkungan RSJ Bandung memberikan tantangan sementara
perawat lain menyatakan hal ini merupakan lingkungan pekerjaan yang selalu menimbulkan
stress.
b. Model Stres berdasarkan Respon.
Model ini
mengidenfisikasi stres sebagai respon individu terhadap stressor yang diterima,
Selye ( 1982 ) menjelaskan stres sebagai respon non – spesifik yang timbul
terhadap tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General
adaptation Syndrome ( GAS )dan dibagi dalam tiga fase yaitu fase sinyal,
fase perlawanan, dan fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon siaga ( fight
or flight). Pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone, emosi, dan
ketegangan. Fase perlawanan ( resistance ) terjadi bila respon adaptif
tidak mengurangi persepsi terhadap ancaman, reaksi ini ditandai oleh hormone
cortical yang tetap tinggi. Ushan fisilogis untuk mengatasi stres mencapai
kapasitas penuh, dan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri dan strategi
mengatasi stres. Sedangkan reaksi kelelahan yaitu perlawanan terhadap stres
yang berkepanjangan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh perubahan metabolisme,
sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit yang serius mulai timbul
pada saat kondisi menurut.
c. Model Stres berdasarkan
Transaksional.
Pendekatan ini
mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dan lingkungannya. Antar
variable lingkungan dan individu terhadap proses penilaian kognitif (
cognitive appraisal ) yang menjadi mediatornya. Studi yang
berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan dapat
memprediksikan penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu
bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan
koping terhadap berbagai tuntutan. Tiga tahap dalam mengukur potensial yang
mengandung stress yaitu pengukuran suatu situasi pontesial mengandung stres
yaitu : (1 ) Pengukuran primer ; menggali persepsi individu terhadap masalah
saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya, ( 2 ) Pengukuran
sekunder; mengkaji kemampuan seseorang atau sumber – sumber tersedia diarahkan
untuk mengatasi masalah, (3)Pengukuran tersier, berfokus pada perkiraan keefektifan
perilaku koping dalam mengurangi dan menghadapi ancaman.
2.5.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TERHADAP STRESOR
1.
INTENSITAS
Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain.
Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan
seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam
rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang
negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang.
Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress
disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan.
Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
2.
SIFAT
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang
bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat
positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat
negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun
psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya
akan menimbulkan kesakitan.
3.
DURASI
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian
dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi
perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi
seseorang hingga merasakan stress.
4.
JUMLAH
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu.
Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu
periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang
pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5.
PENGALAMAN
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi
oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari
pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk
menghadapi stressor dan menghadapi stress.
6.
TINGKAT PERKEMBANGAN
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap
individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana
seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan
seseorang dalam menghadapi kematangan.
2.6.
RESPON PSIKOLOGI DAN FISIOLOGIS TERHADAP STRES
2.6.1. Reaksi
Psikologis terhadap stress
a. Kecemasan
Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan
suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak
menyenangkan à istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik à jantung
berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah
tidur.
b. Kemarahan dan agresi
Perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat
menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang
melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang
disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang
c. Depresi
c. Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang
disertai rasa sedih
2.6.2. Reaksi
Fisiologis terhadap Stres
Hans Selye (1956)Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress,
yaitu :
1.
Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat
ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap
cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
2.
General Adaptation Syndrom (GAS)
a.
Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk
menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis.
Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer
dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh
terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya
tahan tubuh menurun
b.
Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun àtau
normal
c.
Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada
fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan
dapat mengakibatkan kematian
2.7. MANAJEMEN STRESS UNTUK PERAWAT DAN KLIEN
Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas
atau intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya
tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan
pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan
pada beberapa daerah perawatan.
1. MANAJEMEN STRESS UNTUK KLIEN
a.
REGULER EXERCISE
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot,
mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi.
Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan
meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit
kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih
dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah
mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah
ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus melakukan olahraga
setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30 sampai 40 menit.
Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan
berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan
menstimulasi aliran darah ke otot dan meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi
risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan. Sama halnya
seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti secara
mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus
bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap diperlambat dan berhenti.
Latihan pendinginan memungkinkan sistem kardiovaskuler, musculoskeletal, dan
sistem metabolic secara bertahap kembali pada keadaan istirahat.
Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress
seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka
rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang
menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993).
b.
DIET DAN NUTRISI
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk
aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian
nutrient ke jaringan tubuh.
Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan
rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk
menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus mewaspadai
kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula dapat
mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient
juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat
memperburuk respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif
dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal,
keluarga, dan peran.
c.
SUPPORT SISTEM
Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan
stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan
mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermamfaat
bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi
stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental (Revenson dan
Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya korelasi
dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White,
Richter, & Fry, 1992). Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa
dukungan dapat meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada
lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan
dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan
berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan
diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk
melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik
untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak
mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu
klien membangun sistem pendukung yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari
isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan untuk membantu klien
mengembangkan jaringan sosial baru.
d.
TIME MANAGEMENT
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih
sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat
yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien
memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi.
Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu
yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara
berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat
mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991).
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu
yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan
oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang
dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan
kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu
untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan
meningkatkan perasaan kontrol.
e.
HUMOR
Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins
(1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan stress
(Robinson, 1990; Dahl dan O’Neal, 1993). Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa
tertawa melepaskan endorphin ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di
lenyapkan.
f.
ISTIRAHAT
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk
menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan
waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi
juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental. Klien mungkin membutuhkan
bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks sehingga dapat tertidur.
g.
TEHNIK RELAKSASI
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi
pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi
adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktek.
Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan dikurangi dan parameter
fisiologis berubah.
Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu :
·
tenang,
menghindarkan sebanyak
mungkin kebisingan dan gangguan –gangguan&Lingkungan
·
Posisi yang nyaman,
duduk tanpa ketegangan otot.dapat diubah, mengosongkan semua
pikiran-pikiran dari alam sadar. Sikap yang mental (yang baik, memusatkan
perhatian pada suara, kata-kata, ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas
untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat
diterima).
·
Keadaan
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device.
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device.
Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit.
Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat
kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah
dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson.
Relaksasi progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot
dan memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi
progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut :
v Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks lagi.
v Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang
baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi.
v Banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan bergerak
menuju fase relaksasi.
Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson
menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi otot
pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan.
Respon relaksasi Benson’s
Respon relaksasi Benson’s
a.
Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin
dalam lingkungan yang tenang
b.
Tutup mata
c.
Relaksasi otot-otot tubuh (katakana
Ayo.....)
d.
Memusatkan perhatian pada pernapasan,
ulangi lagi kata-kata atau suara / bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali
ekspirasi.
e.
Lakukan selama 20 menit
f.
Buka mata
g.
Berikan waktu pada pasien untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sebelum psien bergerak atau berpindah.
Relaksasi Progresif
1.
Yakinkan posisi yang nyaman dalam
ruangan yang tenang
2.
Mulai dengan memusatkan perhatian pada
pernapasan yang lambat
3.
Regangkan kelompok otot-otot yang
diinginkan (lihat langkah 5) selama 5-7 detik, kemudian relakasasi secara
cepat.
4.
Pusatkan perhatian secara 10 detik pada
sensasi-sensasi pada otot yang berelaksasi
5.
Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap
kelompok otot, regangkan 2 atau 3 kali.
o Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan kuat, kerutkan
hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
o Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan hidung,
purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
o Leher : Dekatkan dagu dengan dada.
o Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan bokong.
o Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari menjauhi
(dorsofleksi) utamakan kaki yang terdahulu.
o Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan.
h.
SPIRITUALITAS
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan
stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca
bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada
penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien lansia dapat meningkatkan
perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang membantu dalam menghadapi
individu sakit kronis
2. MANAJEMEN STRES UNTUK PERAWAT.
Sebagian besar perawat mengalami stress dalam lingkungan pekerjaan merka.
Stresor dapat terdiri atas kelebihan beban kerja, kebijakan institusi tempat
bekerja, konflik dengan rekan kerja atau karakteristik klien (Foxall,
Zimmermen, dan Bene, 1990; Skipper, Jung dan Coffey, 1990). Reaksi terhadap
stressor yang berkaitan dengan pekerjaan bergantung pada kepribadian perawat,
status kesehatan, pengalaman sebelumnya dengan stress dan mekanisme koping.
STRESS PEKERJAAN
Seringkali mengakibatkan kondisi yang disebut kepenatan, yang ditandai oleh
penuruanan perhatian pada orang dengan siapa kita bekerja. Selama merasa penat
klien merasakan kelelahan fisik dan emosional (Melamed, Kushnir dan Shirom,
1992). Pekerjaan atau profesi tidak lagi memberi dampak positif dan klien mungkin
mengalami marah dan apatis.
Perawat dan risiko terhadap stress kepenatan akibat pekerjaan dan dapat
memamfaatkan tehnik penatalaksanaan stress yang sama seperti yang mereka
ajarkan pada klien. Dalam organisasi dan domain kompetensi peran pekerja,
perawat harus mengidentifikasi stressor tertentu di tempat kerja dan berupaya
untuk menghilangkan stressor tersebut. Juga membantu untuk mendapat dukungan
sosial dari perawat lainnya dengan harapan mempertahankan sikap merawat yang
ditujukan pada klien.
2.8. DEFINISI ADAPTASI
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah
dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari,
promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau
komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis
memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang
serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian
adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi
melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan
idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976,
; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin
berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari
anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu
berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan
yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
2.9.
DIMENSI ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi
ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi klienterhadap stress, perawat
harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh.
a. ADAPTASI FISIOLOGIS
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah
diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian,
indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda
vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk
beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap
stress.
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi
dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari
berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan
data dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi
pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit
dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian
paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang
meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang
lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian
adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress:
Ø
Kenaikan tekanan darah
Ø
Peningkatan ketegangan di leher, bahu,
punggung.
Ø
Peningkatan denyut nadi dan frekwensi
pernapasan
Ø
Telapak tangan berkeringat dan kaki
dingin
Ø
Postur tubuh yang tidak tegap
Ø
Keletihan
Ø
Sakit kepala
Ø
Gangguan lambung
Ø
Suara yang bernada tinggi
Ø
diare. Mual dan muntah
Ø
Perubahan nafsu makan
Ø
Perubahan berat badan
Ø
Perubahan frekwensi berkemih
Ø
Dilatasi pupil
Ø
sering terbangun saat tidur
Ø
Gelisah, kesulitan untuk tidur atau
Ø
Peningkatan kadar hormon
adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
b. ADAPTASI PSIKOLOGIS
b. ADAPTASI PSIKOLOGIS
` Emosi kadang dikaji secara
langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress
mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi
terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan
stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme
koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang
merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi
media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap
peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi
dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams,
1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
Ø
Ansietas
Ø
Depresi
Ø
Kepenatan
Ø
Peningkatan penggunaan bahan kimia
Ø
Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur,
dan pola aktivitas.
Ø
Kelelahan mental
Ø
Perasaan tidak adekuat
Ø
Kehilangan harga diri
Ø
Peningkatan kepekaan
Ø
Kehilangan motivasi.
Ø
Ledakan emosional dan menangis.
Ø
Penurunan produktivitas dan kualitas
kinerja pekerjaan.
Ø
Kecendrungan untuk membuat kesalahan
(mis. buruknya penilaian).
Ø
Mudah lupa dan pikiran buntu
Ø
Kehilangan perhatian terhadap hal-hal
yang rinci.
Ø
Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
Ø
Ketidakmampuan berkonsentrasi pada
tugas.
Ø
Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
Ø
Letargi
Ø
Kehilangan minat
Ø
Rentan terhadap kecelakaan.
c. ADAPTASI PERKEMBANGAN
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan
tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya
menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk
yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga
diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat
(Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai
mnyedari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu
mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman
dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh
ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung
jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan
dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
d. ADAPTASI SOSIAL BUDAYA
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
e. ADAPTASI SPIRITUAL.
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak
cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress
yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian
dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat
menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan
spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik
keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah
berubah.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada dasarnya stres itu ada dan
berasal dari lingkungan, kondisi dirinya serta pikirannya. Penyebab stres
dianggap sesuatu hal yang biasa dimana didalamnya dapat merespon apa yang
terjadi dalam hbungan stresor, dianggap positif karena adanya hubungan individu
dengan lingkungan. Stres dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan baik secara fisik,
psikososial maupun spiritual serta dapat mempengaruhi status
kesehatan seseorang.
Stress
yang dialami seseorang tidak mungkin secara langsung beberapa tahap akan muncul
dalam diri seesorang tersebut, apabila stress tidak dapat ditanggulangi maka
akan berdampak lebih lanjut. Oleh, sebab itu terapkanlah sebuah manajemen agar
keadaan seesorang tersebut masih bisa terkontrol.
DAFTAR
PUSTAKA
http://wwwnursekep.blogspot.com/2011/12/makalah-stress-dan-adaptasi.html